https://malaysia.times.co.id/
Life Style

Mengenal Pemicu dan Risiko Sindrom Patah Hati

Tuesday, 20 May 2025 - 04:14
Mengenal Pemicu dan Risiko Sindrom Patah Hati Ilustrasi - Serangan Jantung (FOTO: Freepik)

TIMES MALAYSIA, JAKARTASindrom patah hati, yang secara formal disebut Kardiomiopati Takotsubo, sering kali disebabkan oleh peristiwa yang menimbulkan stres seperti putus cinta atau kematian orang yang dicintai.

Menurut siaran EveryDay Health pada Kamis (15/5/2025), para ahli meyakini kondisi yang menyebabkan gejala serupa serangan jantung seperti nyeri dada dan sesak napas ini terjadi ketika ledakan hormon stres seperti adrenalin membuat jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik.

Hasil studi baru yang dipublikasikan di Journal of the American Heart Association menunjukkan bahwa meskipun kondisi ini lebih umum terjadi pada perempuan, lelaki dua kali lebih mungkin meninggal karena sindrom patah hati.

Para peneliti dalam studi tersebut mengevaluasi tren, mortalitas, dan komplikasi pasien dewasa yang dirawat dengan kardiomiopati Takotsubo dari tahun 2016 hingga 2020.

Sebanyak 199.890 pasien kardiomiopati Takotsubo ditemukan dalam basis data rumah sakit selama kurun itu dan 83 persen di antaranya perempuan.

Menurut hasil analisis para peneliti, angka kematian akibat sindrom patah hati cukup tinggi, sampai 6,5 persen tanpa perbaikan selama periode lima tahun.

Angka kematian akibat sindrom patah hati pada pria sampai 11,2 persen atau lebih dari dua kali lipat dibandingkan pada perempuan, yang hanya 5,5 persen.

Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling umum, terjadi pada 36 persen orang yang diteliti, diikuti oleh fibrilasi atrium (21 persen), syok kardiogenik (7 persen), stroke (5 persen), dan serangan jantung (3 persen).

Para peneliti menyampaikan perlunya studi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab perbedaan risiko sindrom patah hati pada perempuan dan lelaki.

Ahli jantung dan profesor klinis kedokteran dari Stanford Health Care di California, Abha Khandelwal, mengemukakan bahwa pria kemungkinan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi karena keterlambatan diagnosis atau pengobatan.

"Kami selalu menganggap ini sebagai penyakit perempuan, dan jika Anda tidak memiliki gejala yang khas, Anda cenderung memiliki hasil yang lebih buruk. Mungkin penyedia layanan kesehatan tidak mencari sindrom patah hati pada pria," kata Khandelwal, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.

Menurut ahli jantung dari UChicago Medicine di Illinois, Jeremy Slivnick, risiko kematian yang lebih tinggi pada pria mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam cara pria dan perempuan mengalami stres pada jantung.

Ia memberikan gambaran, pria lebih mungkin datang untuk berobat setelah mengalami stres fisik seperti penyakit serius dan trauma serta sering kali memiliki lebih banyak penyakit kronis pada awal, yang dapat membuat mereka cenderung mengalami hasil yang lebih buruk.

"Pria juga mungkin mengalami lonjakan hormon stres yang lebih besar yang dapat memperburuk cedera jantung," kata Slivnick, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Sindrom patah hati paling umum terjadi pada orang berusia 62 tahun atau lebih. Penyebab paling umum kondisi ini adalah stres emosional dan fisik. Namun, pemicu masalah pada sekitar 30 persen orang yang mengalami krisis jantung ini tidak dapat diidentifikasi.

Faktor yang menyebabkan stres emosional mencakup hal-hal seperti kesedihan, ketakutan, kemarahan ekstrem, dan keterkejutan.

Sedangkan stres fisik dapat berkaitan dengan kondisi atau gejala kesehatan lain, seperti stroke, kejang, demam tinggi, serangan asma, emfisema, gula darah rendah, atau pendarahan hebat.

Selain nyeri dada, gejala sindrom patah hati dapat mencakup sesak napas, berkeringat, dan pusing.

Menurut para ahli, tubuh dapat merespons beberapa stresor intens dengan melepaskan sejumlah besar adrenalin, yang dapat menyebabkan penyempitan arteri kecil yang memasok darah ke jantung dan mengakibatkan penurunan aliran darah sementara.

Di sisi lain, adrenalin dapat mengikat sel-sel jantung secara langsung dan menyebabkan terlalu banyak kalsium masuk ke dalam sel, yang dapat membuat jantung tidak berdetak dengan baik.

Kondisi ini dapat memicu masalah jantung yang berpeluang menyebabkan kematian dalam sebagian kecil kasus. Namun, sebagian besar orang yang mengalaminya bisa pulih dengan cepat.

Profesor klinis kedokteran di University of Arizona di Tucson, Mohammad Reza Movahed, MD, PhD, selaku penulis utama hasil studi menyampaikan bahwa menangani pasien berdasarkan gejala fisik saja mungkin tidak cukup.

"Saat ini kami merawat orang berdasarkan gejala fisiknya, tetapi mungkin itu tidak cukup. Mungkin kita harus lebih fokus pada kecemasan dan stres yang sering memicu kondisi tersebut, daripada hanya mencoba merawat kondisi medisnya," kata dia.

Slivnick mengatakan bahwa sindrom patah hati tidak selalu jinak, dan tidak terlihat sama pada setiap orang.

"Dokter harus tetap menaruh kecurigaan tinggi terhadap penyakit ini, terutama pada pria, mengingat potensi manifestasi yang lebih atipikal dan parah pada saat diagnosis," katanya.

Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk mencegah kondisi tersebut, ia menjelaskan, mengelola stres, mengobati masalah kesehatan yang mendasari seperti tekanan darah tinggi, atau segera ke UGD bila mengalami gejala nyeri dada atau sesak napas dapat membuat perbedaan. (*)

Writer : Antara
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Latest News

icon TIMES Malaysia just now

Welcome to TIMES Malaysia

TIMES Malaysia is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.